Suamimu Bukan Jelangkung
Oleh: Herlin*
Beberapa hari yang lalu, saya menemukan tulisan semacam ocehan hati yang ditujukan kepada kaum istri. Tulisan tersebut berisi nasehat pendek kepada kaum istri agar menyambut kedatangan suami saat mereka masuk ke rumah dan mengantar istri saat keluar rumah.
Begini tulisan singkatnya. Silakan disimak ya para pemirsa.
Berapa lama engkau tidak mengantarkan kepergian suamimu ketika hendak meninggalkan rumah untuk suatu keperluan atau untuk mengais rezeki? Karena bisa jadi itu adalah kepergiannya untuk selama-lamanya.
Berapa lama engkau tidak menyambut kedatangannya di rumah dengan senyum manismu dan kelembutanmu? Padahal diluar sana engkau tidak mengetahui kesusahan dan kerasnya kehidupan yang ia hadapi.
Hendaknya seorang wanita menyambut kedatangan suami dengan penuh keceriaan, kelembutan, dan senyuman yang menawan. Itu akan memberinya rasa ketenangan dan kedamaian.
Apakah ketika mayatnya yang tiba di rumahmu baru engkau akan menyambut kedatangannya? Terlambat. Tangismu tak akan bisa membuatnya kembali dari kematian. Berbenahlah wahai para istri. Sebelum penyesalan berada di pelupuk matamu. Perhatikanlah adab-adabmu kepada suamimu meski untuk hal yang kecil sekalipun. Ingat, suamimu bukanlah “Jelangkung” yang datang tak dijemput, pergi tak diantar.
Demikian tulisan pendek tersebut. Namun ada pembelajaran di sana yang hendaknya bisa dipetik oleh para wanita yang bernama istri. Apa itu?
Hendaklah para istri menyambut kedatangan suami dengan senyuman yang membawa kedamaian dan ketenangan bagi suami seperti yang ditunjukkan oleh ibunda Khadijah radhiyallahu ‘anha saat menyambut Nabi Shallallaahu’alaihi wa Sallam pada saat turun wahyu kepada beliau.
Nabi Shallallaahu’alaihi wa Sallam mengalami ketakutan dan menemuinya, seraya berkata, “Selimutilah aku, selimutilah aku!” Tatkala rasa takut telah sirna dan beliau memberitahukan suatu kabar yang membuat beliau mengkhawatirkan dirinya, Khadijah pun berkata kepada beliau, “Sekali-kali tidak. Demi Allah, Allah tidak akan menghinakan dirimu. Sesungguhnya engau benar-benar telah menyambung hubungan kekerabatan, menanggung beban berat, memberi orang yang tak punya, menjamu tamu, dan menolong kebenaran.”
Demikian pula kisah sambutan Ummu Sulaim terhadap suaminya, Abu Thalhah. Di dalam Shahih Muslim dari Anas –radhiyallahu ‘anhu–, ia berkata, “Ketika seorang putra hasil pernikahan Abu Thalhah dan Ummu Sulaim meninggal dunia, maka Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya, ‘Jangan kalian beritahu Abu Thalhah tentang kematian putranya, sampai aku sendiri yang akan memberitahukannya. Ketika Abu Thalhah datang, maka Ummu Sulaim segera menyambut dan menyediakan makan malam baginya. Abu Thalhah pun menyantapnya. Lalu, Ummu Sulaim berdandan cantik yang tidak dilakukan sebelumnya, hingga Abu Thalhah pun menggaulinya.
Tatkala Ummu Sulaim melihat Abu Thalhah merasa puas atas pelayanan itu, maka ia pun berujar, ‘Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu jika suatu kaum meminjamkan perabot kepad sebuah keluarga, lalu mereka meminta kembali barang pinjamannya tersebut, apakah keluarga itu berhak menolaknya?’ Abu Thalhaah menjawab, ‘Tidak’. Selanjutnya, Ummu Sulaim bertutut, ‘Begitulah putramu. Ia telah meninggal dunia diambil oleh Pemiliknya.’ Abu Thalhah pun marah seraya berkata, ‘Engkau berikan pelayanan kepadaku dengan memuaskan, lalu engkau beritakan tentang kematian putraku.’ Maka, Abu Thalhah segera mendatangi Rasulullah Shallallaahu’alaihi wa Sallam dan menceritakan mengenai peristiwa itu. Rasulullah Shallallaahu’alaihi wa Sallam pun bersabda, “Semoga Allah memberkahi kalian berdua pada malam yang telah kalian lalui’.” Anas bin Malik melanjutkan, “Kemudian, Ummu Sulaim pun hamil.” Dalam riwayat Bukhari disebutkan bahwa seseorang dari kalangan Anshar berkata, “Aku melihat keduanya memiliki sembilan orang anak yang kesemuanya hafal Al Qur’an.”
Masyaallah, begitulah teladan yang ditunjukkan kepada kitas Bukan seperti Sebagian wanita yang memperlakukan suaminya bak jelangkung tadi yaitu ketika suami datang, ia tidak menjemput bahkan menyambutnya secara kurang baik. Begitu pula ketika suaminya mau berangkat bekerja, ia pun acuh tak acuh.
Tatkala suami memasuki rumah, ada sebagian wanita –semoga Allah memberikan petunjuk kepada mereka– menyambutnya dengan wajah suram dan serbuan dengan berbagai pengaduan, mulai dari urusan anak, tetangga, maupun kesempitan hidup. Pun, ia mengejutkannya dengan kabar berita orang lain yang justru membebani dirinya dengan kedukaan dan kesedihan.
Padahal, sang suami datang dari rutinitasnya yang begitu melelahkan dan meletihkan. Harusnya disambut dengan penuh keceriaan, kelembutan, dan senyuman yang menawan. Hal tersebut akan memberinya rasa ketenangan dan kedamaian. Kemudian, melepaskan pakaiannya ataupun hal-hal lainnya dari berbagai bentuk pemuliaan terhadap seorang suami.
Yuk para istri, sambut dan antar suami kita dengan senyum menawan dan doa. Jangan biarkan mereka merasa seperti Jelangkung yang datang tak dijemput, pergi tak diantar.
*Penulis adalah penyuluh Singkawang Barat