Judi Akan Membuatmu Rugi
(Disadur Oleh: Herlin*)
Mencintai harta memanglah merupakan fitrahnya manusia. Makanya, tak jarang kita temukan sebagian orang berusaha meraih harta dengan segala cara, tak peduli halal maupun haram. Di antara cara meraih harta yang disukai banyak orang adalah dengan berjudi. Karena jika beruntung, pelakunya akan bisa mendapatkan harta dalam jumlah fantastis tanpa harus bersusah payah banting tulang maupun bermandi keringat.
Perjudian itu memang memiliki manfaat, akan tetapi keburukannya jauh lebih besar. Allâh Azza wa Jalla berfirman: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar (minuman keras) dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (Al-Baqarah: 219)
Allah tidak mengingkari manfaat perjudian, seperti kemenangan yang mungkin diperoleh sebagian orang, lalu dia gunakan untuk kebutuhan diri dan keluarganya. Namun manfaat-manfaat itu tidak sebanding dengan kerusakannya yang akan menghancurkan agama pelakunya.
Oleh karena itu Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. [Al-Mâidah/5: 90]
Dalam ayat tersebut dengan jelas Allah melarang kita untuk berjudi. Dan memahami hakikat suatu larangan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang. Sehingga ketika larangan itu berubah bentuk, dia tidak mudah terkecoh dan tetap tahu bahwa sesuatu itu tetap terlarang. Termasuk dalam hal ini, misalnya memahami makna dan hakikat maisir (judi) yang dilarang oleh agama Islam.
Sebagian Ulama’ menjelaskan bahwa maisir artinya taruhan sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar al-Makki rahimahullah berkata, Al-Maisir (judi) adalah taruhan dengan jenis apa saja (Az-Zawajir ‘an Iqtirafil Kaba‘ir, 2/200)
Al-Mahalli rahimahullah berkata: Bentuk taruhan yang diharamkan adalah adanya kemungkinan mendapatkan keberuntungan atau kerugian. (Al-Minhaj bi Hasyiyah al-Qalyubi, 4/226).
Tetapi sebagian Ulama’ yang lain menjelaskan bahwa maisir mencakup taruhan atau bentuk yang lainnya sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah beliau berkata: Demikian juga lafazh maisir menurut mayoritas Ulama mencakup permainan dengan kartu dan catur (yakni walaupun tidak ada taruhan-pen), dan mencakup jual-beli gharar (jual beli yang tidak terang sifat dan barangnya sehingga membahayakan-pen) yang dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , karena di dalamnya terdapat makna qimâr (judi/taruhan) yang sama dengan maisir (dalam istilah al-Qur’ân-pen). Karena makna qimâr adalah terambilnya harta seseorang dalam sebuah taruhan antara mendapatkan gantinya atau tidak. Seperti orang yang membeli budak yang lari, onta yang kabur, habalul habalah (binatang yang akan dikandung oleh binatang yang masih dalam kandungan-pen), dan semacamnya, yang bisa jadi dia akan mendapatkannya atau tidak mendapatkannya. Berdasarkan ini maka lafazh maisir dalam kitabullâh mencakup semua ini.” (al-Majmû’ al-Fatâwâ, 19/283).
Bentuk-bentuk perjudian tidak terbatas, namun intinya sama, yaitu taruhan yang memungkinan untuk mendapatkan keberuntungan atau kerugian, sehingga bisa meraih atau kehilangan harta dengan sangat mudah.
Allah juga telah menyebutkan berbagai keburukan berjudi, supaya orang yang menggunakan akalnya segera menjauhinya. Allah berfirman: Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allâh dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (Al-Maidah: 91).
Seharusnya peringatan di atas sudah cukup sebagai peringatan bagi orang-orang yang berakal agar meninggalkannya. Dosa judi itu tidak hanya di dapatkan oleh orang yang melakukannya, bahkan sekedar ucapan mengajak berjudi sudah terkena dosa dan diperintahkan untuk membayar kaffarah (penebus dosa) dengan bershadaqah.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa bersumpah dengan mengatakan Demi Latta dan ‘Uzza, hendaklah dia berkata, La ilaha illa Allah’. Dan barangsiapa berkata kepada kawannya, ‘Mari aku ajak kamu berjudi’, hendaklah dia bershadaqah!”. [HR. Al-Bukhari, no. 4860; Muslim, no. 1647]
Lihatlah sekedar berkata saja diperintahkan untuk membayar kaffarah, maka bagaimana dengan melakukannya? Tentu lebih besar dosanya.
Para Ulama juga menjelaskan berbagai keburukan berjudi, antara lain sebagai berikut:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Sesungguhnya kerusakan maisir (judi) lebih besar daripada kerusakan riba. Karena kerusakan maisir mencakup dua kerusakan: kerusakan (karena) memakan harta dengan cara haram dan kerusakan (karena) permainan yang haram. Karena perjudian itu menghalangi seseorang dari mengingat Allâh dan dari shalat, serta menimbulkan permusuhan dan kebencian. Oleh karena itu maisir (judi) diharamkan sebelum pengharaman riba”. (Majmu’ al-Fatawa, 32/337).
Semoga Allah selalu menjaga kita dari segala keburukan.
(Disadur dari https://almanhaj.or.id/5701-jauhi-judi-supaya-anda-tidak-rugi.html)