DAYA KEPERCAYAAN PEMIMPIN

5
Sep 2024
Kategori : Opini
Penulis : humas
Dilihat :359x

Oleh: Aliyansah, S.Pd.I, M.Pd*

Kartini Kartono dalam bukunya Pemimpin dan Kepemimpinan (2008: 38) menjelaskan, “Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.” Berbeda dengan pendapat tersebut, Senge dalam bukunya Disiplin Kelima (1996: 338) menjelaskan, “pemimpin adalah pembuat rancang bangun, pembantu, dan guru.” Berdasarkan kedua pendapat ahli tersebut dapat dipahami bahwa pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi bawahannya untuk belajar guna mencapai tujuan yang ditetapkan.

Keberhasilan seseorang pemimpin dapat dilihat dari kepercayaan bawahan kepadanya sehingga berdampak pada motivasi dan rasa memiliki mereka pada pekerjaan masing-masing. Rasulullah Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai pemimpin sukses dan beri gelar al-Amin yang bermakna “dipercaya”. Beliau dipercaya umat karena niatnya yang tulus ikhlas dalam memimpin, kejujuran yang dimilikinya, kemampuan memimpin, dan hasil-hasil kepemimpinan yang diperlihatkannya. Kepercayaan pengikut merupakan modal kuat bahkan kesuksesan bagi setiap pemimpin.

Dewasa ini pemimpin Indonesia dihadapkan dengan krisis kepercayaan pengikutnya. Kebijakan menaikkan BBM membuat antrian panjang orang-orang yang takut akan dampaknya, kecelakaan lalu lintas membuat sebagian orang merahasiakannya dengan petugas berwajib karena tak kuasa dengan urusannya, beberapa orang cerdas menunda kreativitasnya karena merasa tak berharga, dan berbagai masalah perilaku sosial-masyarakat Indonesia yang pada dasarnya diakibatkan hilangnya kepercayaan mereka pada para pemimpin di negeri ini.

Disamping itu, para pemimpin juga seperti sudah tak bermata dan tak bertelinga bahkan tak merasa. Ibarat pepatah orang terdahulu “gajah di pelupuk mata tak kelihatan, semut di seberang lautan nampak dengan jelasnya”. Gaya raja tak tahu diri masih sering diperlihatkan para pemimpin, misalnya: menegakkan kedisplinan hanya diberlakukan untuk bawahan, namun si pemimpin sering melakukan kecerobahan, gemar membuat pencitraan dengan merasa berperan dengan berbagai pekerjaan bawahan, lari dari tanggung jawab menjadikan bawahan sebagai perisai tempat berlindung, hobi meminta-minta keuntungan sementara jemari tangan rapat untuk memberi, menegakkan hidup hemat dengan bawahan padahal pelit. Keadaan tersebut tak pernah terasa, terlihat, dan terdengar tentang dirinya sendiri. Yang terasa, terlihat, dan terdengar justru sekelumit kesalahan para pengikutnya yang pada dasarnya timbul dari ketidakpercayaan pada diri si pemimpin tadi.

Stephen M.R Covey dalam bukunya The Speed of Trust (2010) menjelaskan, “13 perilaku umum yang diperlihatkan para pemimpin untuk mendapatkan kepercayaan dalam hubungan, yaitu: (1) Berbicara apa adanya; (2) Menunjukkan rasa hormat; (3) Menciptakan transparansi; (4) Memperbaiki kesalahan; (5) Menunjukkan loyalitas; (6) Memberikan hasil; (7) Menjadi lebih baik; (8) menghadapi kenyataan; (9) Memperjelas harapan; (10) Mempraktikkan akuntabilitas; (11) Mendengarkan terlebih dahulu; (12) Memenuhi komitmen; (13) Memberikan kepercayaan.”

Berbicara apa adanya sangat indentik dengan integritas, kejujuran, dan sikap positif. Namun demikian, kesan keliru orang lain dengan apa yang diungkapkan harus diperhatikan. Oleh karena itu, gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh banyak orang, sehingga tidak mendatangkan ketersinggungan bagi mereka yang mendengarkannya. “keselamatan manusia tergantung pada lisannya” demikian sabda Nabi Muhammad SAW.

Menunjukkan rasa hormat dapat diwujudkan dengan memberikan simpati pada orang lain, menghormati martabat setiap orang, memperlakukan orang dengan hormat, dan menunjukkan kemurahan hati dalam perkara-perkara kecil. Dalam hal ini, setiap pemimpin seharusnya melatih diri untuk merasa nyaman ketika orang lain beruntung dan merasa sedih ketika orang lain mendapatkan musibah serta hindarkan sebaliknya. Nabi Muhammad SAW bersabda, “sebaik-baik manusia adalah mereka yang mampu memberikan manfaat kepada manusia lainnya”.

Menciptakan transparansi dapat diwujudkan dengan mengatakan yang sebenarnya, bersikap apa adanya dan tulus, bersikap terbuka dan outentik, serta tidak pernah menyembunyikan informasi. Keadaan demikian dapat menimbulkan kepercayaan orang lain dengan syarat implementasi transparansi dilakukan dengan konsisten. Nabi Muhammad SAW bersabda, “katakan yang benar walaupun terasa pahit”.

Memperbaiki kesalahan dapat diwujudkan dengan meluruskan segalanya ketika bersalah, minta maaf segera, berikan ganti jika mungkin, praktekkan layanan pemulihan, rendah hati, dan jangan membiarkan keakuan. Nabi Muhammad SAW bersabda, “bertaqwalah dimana saja kamu berada, dan tutuplah perbuatan jahatmu dengan kebaikan niscaya tertutup, serta bergaullah dengan sesama manusia dengan pergaulan yang benar”.

Menunjukkan loyalitas dapat diwujudkan dengan mengakui jasa orang lain dengan spontan,  mengakui kontribusi orang lain, membicarakan orang lain seolah-olah dia hadir, tidak menjelek-jelekkan orang lain di belakang mereka, dan tidak mengungkapkan informasi pribadi orang lain. Loyalitas sering diartikan salah oleh para pemimpin, diantaranya: menganggap bawahan tidak loyal jika tidak mengikuti perintah dan kehendaknya, menganggap tidak loyal jika tidak mampu menyisihkan keuntungan untuknya, dan mengganggap bawahan tidak loyal jika tidak rutin menyanjungnya. Kesalahpahaman inilah yang sering memunculkan bawahan yang bersifat penjilat dan munafik terhadapnya. Dia tidak menyadari juluran lidah dan kemunafikan bawahan adalah petunjuk penghianatan mereka.

Memberikan hasil dapat diwujudkan dengan berpikir optimis dan bekerja keras. Kesalahan sebagian pemimpin saat ini lebih banyak memberikan janji daripada berusaha memberikan hasil, mereka terniat dan hanya mempunyai visi untuk mendapatkan keuntungan materi sebanyak-banyaknya dengan  memanfaatkan durasi waktu kepemimpinannya, padahal hal tersebut akan menimbulkan ketidakpercayaan para bawahan terhadapnya. Oleh karena itu, para pemimpin di masa datang akan lebih baik jika tidak menjanjikan apa yang akan mereka hasilkan, namun lebih mementingkan soal menghasilkan apa yang telah mereka janjikan.

Menjadi lebih baik dapat diwujudkan dengan meningkatkan motivasi belajar. Alvin Toffler mengatakan “yang buta huruf abad 21 bukanlah mereka yang tidak sanggup membaca dan menulis, melainkan mereka yang tidak sanggup belajar dan  membatalkan pembelajaran.” Ini bermakna bahwa belajar akan memberikan kekuatan dan kemampuan setiap pemimpin untuk merespon dan menciptakan perubahan, sehingga akan menjadi lebih baik.

Menghadapi kenyataan dapat diwujudkan dengan menangani persoalan secara langsung, mengakui apa yang tak terucapkan, ambillah pedang dari tangan lawan, dan jangan menghindar dari persoalan yang sesungguhnya. Pepatah melayu mengatakan “berani makan nangka harus siap kena getahnya”. Oleh karena itu, pemimpin yang hanya berani mengambil keuntungan dan selalu melarikan diri dari konsekuensi kedudukannya adalah pemimpin pengecut yang takkan pernah mendapatkan kepercayaan banyak orang.

Memperjelas harapan dapat diwujudkan dengan mengungkapkan, mendiskusikan, memvalidasi, dan tidak melanggar harapan yang ada. Artinya, pemimpin yang terpercaya adalah pemimpin yang mempunyai visi dan misi yang kuat dan selanjutnya diimplementasikannya dengan konsisten. Jadi, pemimpin yang menjalankan kepemimpinan seperti air mengalir dan hanya melepaskan kewajiban untuk mendapatkan gaji atau tunjangan kedudukannya, adalah pemimpin yang akan mengundang senyum sinis para bawahan karena ketidak percayaan mereka.

Mempraktekkan akuntabilitas dapat diwujudkan dengan menutut pertanggung jawaban kepada diri sendiri dan orang lain, tidak menghindar dari tanggun jawab, dan tidak menyalahkan orang lain ketika segalanya berjalan keliru. Berani menjadi pemimpin berarti berani mengakui dan memuji bawahan ketika mendapatkan kesuksesan dan sebaliknya jika mendapatkan kegagalan, akuilah bahwa hal tersebut diakibatkan kesalahan si pemimpin. Jika ini terealisasi dalam durasi kepemimpinan seseorang, maka dia akan dikenal sebagai pemimpin yang akan mudah mendapatkan kepercayaan.

Mendengarkan terlebih dahulu dapat diwujudkan dengan mendengarkan sebelum berbicara, mencoba memahami, mendiagnosis, mendengarkan dengan telinga, mata, dan hati. Kesalahan besar kebanyakan pemimpin saat ini adalah timbul kesombongan dalam dirinya sehingga sulit untuk mendengar, sulit untuk melihat, dan sulit untuk merasakan akan pendapat dan keadaan para bawahan. Pemimpin yang pandai mendengar sebelum berbicara adalah pemimpin yang mempunyai daya kepercayaan.

Memenuhi komitmen dapat diwujudkan dengan mengucapkan apa yang akan dilakukan, melakukan apa yang dijanjikan, buatlah komitmen dengan seksama dan penuhilah, dan jangan melanggar keyakinan. Pemimpin yang memenuhi komitmen akan mendapatkan kepercayaan dari bawahan, sehingga mereka akan menghormati si pemimpin dengan kesadaran dari dalam dirinya.

Memberikan kepercayaan dapat diwujudkan dengan memperlihatkan kecenderungan untuk mempercayai, memberikan kepercayaan secara utuh  kepada orang-orang yang telah mempercayai kita,  berikan kepercayaan secara bersyarat kepada mereka yang sedang mengupayakan kepercayaan, dan belajarlah memberikan kepercayaan secara pantas kepada orang lain berdasarkan karakter dan kompetensinya. Seorang pemimpin yang dengan bijak memberikan kepercayaan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan orang lain akan berdampak positif pada kepercayaan orang lain kepadanya.

Sebagai penegasan dalam hal ini, kepercayaan setiap orang kepada pemimpin merupakan modal utama dalam menggapai kesuksesan. Oleh karena itu, cari dan jagalah kepercayaan orang lain terhadap kepemimpinan yang dilakukan, karena seorang pemimpin yang hilang daya kepercayaan akan gagal dalam menjalankan kepemimpinannya.

*Penulis adalah Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kankemenag Singkawang