Pahlawan Itu Bernama… AYAH

7
Nov 2024
Kategori : Artikel
Penulis : humas
Dilihat :276x

Oleh: Herlin, S.Ag

Ini adalah cerita kilas balik suatu peristiwa saat kedatangan santri baru setiap menjelang tahun ajaran baru di pondok pesantren. Dan peristiwa seperti ini akan terus berulang, terlihat pada ayah-ayah yang lain. Setiap tahun ajaran baru, kita akan melihat santri baru yang akan melanjutkan pendidikan, menimba ilmu di pondok pesantren akan ditemani orang tua atau keluarga untuk mengantar putra dan putri mereka ke pondok.

Ada sosok yang menjadi perhatian bagi saya pada peristiwa tersebut. Saya memperhatikan dari jauh, ada sosok ayah yang tanpa canggung, demi buah hatinya ia siap sebagai pelayan. Betapa hebatnya i’tikad dan perjuangan seorang ayah, sembari menemani, ia bak buruh memikul koper, tas, dan kardus yang berisi kebutuhan anaknya yang datang untuk menimba ilmu.

Baik buruknya seorang anak, tentu ada peran ayah di sana. Peran ayah sangat vital karenanya sebagai kepala rumah tangga tanggung jawab di pundaknya tidak hanya berjuang mencari nafkah, namun juga berjuang menshalihkan anak-anaknya.

Bukankah Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yg menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. al-Bukhari&Muslim).

Selain ibu, menilik perjuangan seorang ayah, tidak ada yang sekuat dan sehebat dirinya. Ia tidak pernah merasa lelah untuk mencari nafkah demi keluarga yang ia cintai. Hujan dan panasnya cuaca bukanlah alasan untuk berhenti mencari nafkah bahkan dalam kondisi kurang sehat pun ia masih berusaha untuk kuat demi mendapatkan sesuap nasi agar keluarga kecilnya bisa makan dengan kenyang.

Kini tugasnya bertambah, bukan kebutuhan primer saja yang harus disediakan, namun juga biaya pendidikan dan sekolah anaknya. Namun bukan ayah yang baik, bukan ayah yang hebat bila tak mampu memenuhinya. Ia akan melakukan segala daya dan upaya demi buah hatinya, apalagi ini soal agama, soal ilmu, soal proses keshalihan putra dan putrinya yang kelak menjadi kran pahalanya.

Ayah yang baik, jangankan demi pendidikan, jika anaknya ingin sesuatu selain itu ia pasti akan memperjuangkannya dengan cara apapun kendati di luar jangkauannya. Jika kita menghitung berapa liter keringat seorang ayah sedari awal ia mencari nafkah hingga anak-anaknya dewasa, barangkali kita akan tercengang melihat drum-drum terisi penuh.

Perjuangan seorang ayah tidak akan ada hentinya meskipun kaki kanan dan kaki kirinya terasa putus. Sebagai kepala rumah tangga, tanpa peduli usia tua dan fisik lemah, dengan sekuat tenaga dan dengan mengerahkan seluruh kemampuan ia akan terus memenuhi tanggung jawabnya.

Senyum anaklah yang menjadi penyemangat di saat ia merasa lelah, lemah, dan letih karena bagi seorang ayah kebahagian keluargalah penyejuk jiwanya. Dari peristiwa hari itu, dapat saya saksikan pemandangan seorang ayah yang tanpa malu, tanpa gengsi, dan tanpa canggung, dirinya bak pelayan memikul barang kebutuhan putra-putrinya.

Apa yang ditanam, itulah yang akan dipetik. Ia ingin anaknya menjadi anak yang shalih, anak yang berilmu, anak yang kelak menjadi penyejuk hatinya, dan pengadem kuburannya dengan doa mereka.

Melalui pendidikan anak, seorang ayah bisa mengumpulkan tiga hal yang akan ditinggal setelah mati dengan pahalanya terus mengalir untuknya. Yaitu ilmu agama yang bermanfaat, anak sholeh yang selalu mendoakannya dan sedekah jariyah termasuk biaya pendidikan anaknya.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seorang muslim memberi nafkah kepada keluarganya dan dia mengharapkan pahala dengannya maka nafkah tadi teranggap sebagai sedekahnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Terkait tiga hal di atas, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh.” (HR. Muslim no. 1631).

Masyaallah, Pahala yang besar buatmu ayah yang telah menjadikan anak-anakmu menjadi manusia yang berguna, bermanfaat bagi negara, bangsa, agama dan keluarga. Terima kasih ayah, semoga Allah balas jasa dan kebaikanmu dengan balasan yang lebih baik.

Ayah, sekecil apapun usahamu pasti ada ganjarannya. Anakmu bisa membaca Alqur’an, membaca aksara, menulis dan berhitung, itu atas andilmu. Mungkin ayah tak pernah mengajarkan semua itu tapi engkaulah yang mengantar mereka untuk belajar, engkaulah yang membayar biaya pendidikan mereka agar bisa mendapatkan semua itu. Dan ada doa tulusmu yang membantu putra-putrimu meraih impian-impian indah mereka di masa sekarang.

Untuk itu, di hari Pahlawan ini, izinkan aku memanggilmu pahlawan dalam kehidupanku duhai Ayahku Samaani Bujang Aspar. Semua jerih dan payahmu tak akan pernah kami lupakan. Doakan kami anak-anakmu: Amril Abu Ibnu Hanif, Herma Samfih dan Solihin agar bisa berbakti dan berbuat baik kepadamu ayah. Semoga Allah menjagamu agar senantiasa dalam kebaikan dan Allah balas kebaikanmu dengan Surga. Aamiin

*Penulis adalah penyuluh agama Islam Kementerian Agama Kota Singkawang.